IV
Analogi Sendiri
"Ketika takdir membuat cerita, Aku terlahir sedemikian rumitnya. Disebrang sana kau tercipta dengan keindahan bak nirwana. Raga ku ini terangkai untuk membuat binasa. Saat engkau disana ada untuk mewarnai dunia. Panca indraku terbiasa untuk memangsa. Disaat engkau memaniskan hidup mereka yang senja. Aku bagai laba laba yang jatuh karena keindahan sedap malam. 8 kaki ku lumpuh karena melihat wujudmu teduh. Salahkan takdir yang membuatku jadi nista, bukan kumbang kecil yang bisa hinggap didekatmu.”
Inilah
analogi yang kubuat seenak kriboku ketika tersedak dengan cerita yang masih dia
tunggu. Entah ini hanya untaian kata pembuang resah tau sepotoh kenyataan yang
aku rasakan. Namun setelah melihat senyumnya pagi itu, serpihan keraguan ini
kembali ku olah dan kubentuk sedemikian rupa agar menjadi pedang tajam yang
siap untuk berperang sampai jantungku bosan untuk memompakan darah yang menjadi
tinta dalam cerita yang ku mulai.

