Ruang
Kaca Bukan Tempat Bertemu
Lahir dalam
teriakan dunia yang minta bunuh diri bersamaan dengan dentuman tanpa suara. Kami
menulis apa yang ingin kami lihat, meskipun harus menjahit kulit baru diatas
gading busuk berbelatung, sedikit lapisan senyum berkarat dan celoteh bijak
kutipan dari kertas bekas gorengan ayah tadi pagi. Voila “Aku” terlahir sempurna, begitu juga kalian, para pendusta.
Ya tolong maklumilah, kami membohongi diri sendiri karena paksaan televisi yang
setiap detik menyajikan kenyataan nasi basi dan bangkai bangkai yang menari
diatas piring pengemis darah. Sudah kukatakan dulu padamau, ruang kaca semu
bukanlah tempat bertemu, hai gadisku. Itu hanyalah tempat penjudi mengiris
telinganya dan memaksakan diri menelan opini visual menggunakan telinga, dengan
dorongan kata “Bayangkaaaaaaaan”.
Ah, komedi memang. Kenyataan yang kau
paksakan untuk berterusterang dimuka umum, digerakkan oleh kebohongan untuk
membuat kenyataan lain menjadi kabur adanya.

